tulisan

Senin, 12 Maret 2012

PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA

Bangsa Indonesia harus bersyukur bahwa setelah melewati perjuangan kemerdekaan yang panjang dan pengorbanan jiwa dan raga, sehingga berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh the founding fathers telah ditetapkan dasar hidup menegara yang kuat, suatu idealisme bernegara yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang dinamakan Pancasila. Pancasila, yang oleh Bung Karno, digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri dan ternyata lebih unggul jika dibandingkan dengan Declaration of Independence Amerika Serikat atau pun Manifesto Partai Komunis, sebab selain memiliki prinsip keadilan sosial juga memiliki prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila telah menjadi kesepakatan nasional bangsa sebagai dasar negara di sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia dan juga telah dilakukan berbagai usaha untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata di segenap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno diselenggarakan indoktrinasi operasionalisasi Pancasila dengan menyiapkan bahan yang dikenal sebagai “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi.”. Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto diselenggarakan “Penataran P-4” bagi seluruh rakyat Indonesia dengan harapan setiap warga negara dapat memahami hak dan kewajibannya serta bagaimana bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara itu melalui jalur pendidikan baik pendidikan dasar, menengah maupun tinggi diselenggarakan pendidikan dengan kurikulum yang berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hidup menegara berdasarkan Pancasila. Namun semua usaha tersebut nampaknya belum dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal itu dapat disebabkan karena metode dan materi yang kurang tepat, kesulitan menyediakan penatar/pendidik yang profesional, dan bahkan juga karena berbagai kesulitan yang menimpa bangsa, baik di bidang sosial, politik, ekonomi maupun keamanan. Keadaan tersebut memicu timbulnya kelompok yang pesimis dan bahkan timbul sinisme terhadap usaha menjadikan Pancasila sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa kelompok tersebut sebenarnya mempunyai maksud terselubung, menginginkan dasar negara yang lain bagi bangsa Indonesia, yang bersifat sektarian murni ataupun sebaliknya yang bersifat murni nonsektarian tertentu. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini tampaknya terjebak oleh pemikiran sesaat yang sempit atau bahkan oleh dorongan perasaan irasional-emosional, sehingga mengingkari kenyataan yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yakni sebagai masyarakat majemuk, multikultural dan heterogenitas bangsa yang sangat pluralistik.
Bagi bangsa Indonesia yang sadar akan kondisi nyata yang dimilikinya itu, tentulah semakin meyakini dasar negara yang telah disepakati bangsa Indonesia yakni Pancasila dan berusaha mengimplementasikannya. Namun masalah besar yang masih harus dihadapi ialah bagaimana menjabarkannya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan nyata masyarakat di segenap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Hal tersebut amat diperlukan pada era reformasi saat ini, yang arahnya Pancasila nampak telah benar-benar dilupakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat, walaupun secara formal melalui ketetapan-ketetapan MPR-RI tetap diakui sebagai dasar negara yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Berbagai kenyataan tersebut di atas, mendorong Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara untuk menyusun “Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara”, dengan harapan dapat dimanfaatkan oleh segenap warganegara, utamanya para penyelenggara negara dan para elit politik, sehingga idealisme bernegara yang telah diamanatkan oleh the founding fathers dalam Pembukaan UUD 1945 dapat diimplementasikan demi kejayaan bangsa dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara tidak berpretensi bahwa buku Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara terbitan pertama ini telah sempurna dan terhindar dari segala kekurangan. Oleh karena itu, sumbang-saran dari berbagai pihak ke arah penyempurnaan serta untuk menggenapi kekurangan yang ada sangat diharapkan.
lppkb.wordpress.com/.../pedoman-umum-implementasi-pancasila-dal...

Hubungan internasional

Apa yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I. Namun, teori HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya. Penggunaan huruf besar “H” dan “I” dalam hubungan internasional bertujuan untuk membedakan disiplin Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional. Banyak orang yang mengutip Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides sebagai inspirasi bagi teori realisme, dengan Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli memberikan pengembangan lebih lanjut. Demikian juga, liberalisme menggunakan karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant sering dikutip sebagai pengembangan pertama dari Teori Perdamaian Demokratis. Meskipun hak-hak asasi manusia kontemporer secara signifikan berbeda dengan jenis hak-hak yang didambakan dalam hukum alam, Francisco de Vitoria, Hugo Grotius, dan John Locke memberikan pernyataan-pernyataan pertama tentang hak untuk mendapatkan hak-hak tertentu berdasarkan kemanusiaan secara umum. Pada abad ke-20, selain teori-teori kontemporer intenasionalisme liberal, Marxisme merupakan landasan hubungan internasional.
Perkembangan fenomena hubungan internasional telah memasuki aspek-aspek baru, dimana Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji tentang negara, tetapi juga mengkaji tentang peran aktor non-negara (seperti organisasi Internasional dan regional, seperti PBB, ASEAN) di dalam ruang lingkup politik global. Peran aktor non-negara yang semakin dominan mengindikasikan bahwa aktor non-negara memegang peran yang penting.
Sekarang ini, fenomena hubungan internasional telah memasuki ranah budaya (seperti klaim tari pendet Malaysia terhadap Indonesia), sehingga Hubungan Internasional memerlukan kajian teoritis dari dispilin ilmu lainnya.
id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_internasional

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MELESTARIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

A. Pembangunan Budaya Dan Karakter Bangsa
Fenomena berbagai gejolak dalam masyarakat pada beberapa tahun terakhir ini cukup memprihatinkan, antara lain: munculnya karakter buruk yang ditandai dengan kekerasan dan kekejaman. Bangsa Indonesia yang dikenal ramah, tamah, penuh sopan santun dan pandai berbasa-basi sekonyong-konyong menjadi pemarah dan suka mencaci. Dalam aspek alam fisik dan alam hayati, juga mengalami proses penurunan kualitasnya. Alam fisik Indonesia dikenal subur dan makmur, mulai bermunculan tanah-tanah kritis, longsor atau tandus ketika kemarau. Dalam aspek alam hayati, telah kehilangan hutan tropis yang semakin tahun semakin cepat berkurangnya. Kekayaan alam hayati yang berasal dari laut yang diambil secara ilegal oleh penjarah dari dalam maupun luar negeri. Dalam aspek manusia, kualitas daya saing Indonesia juga memprehatinkan. Dalam aspek budaya juga semakin memudar kecintaan terhadap kesenian tradisional sebagai warisan budaya bangsa. Fenomena masyarakat dewasa ini semakin menonjolkan kepentingan daerah dan golongan daripada kepentingan bangsa dan negara.
Kondisi di atas tentu perlu segera dicarikan upaya memperbaikinya, karena kita tidak berharap fenomena tersebut berkembang semakin parah. Kita tidak menghendaki kehilangan karakter sebagai bangsa sehingga akan kehilangan atau penurunan kualitas lingkungan dan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu perlu mencermati dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya yang menjadi sumber terjadinya berbagai fenomena tersebut. Fenomena yang merugikan ini dapat dijelaskan secara sosiologis karena ini memiliki kaitan dengan struktur sosial dan sistem budaya yang telah terbangun pada masa yang lalu. Dampak kehidupan masyarakat pasca reformasi yang memprehatinkan ini menurut Dasim (2007) diakibatkan oleh beberapa gejala sosiologis fundamental yang menjadi sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyaraka dewasa ini, yaitu:
Pertama, suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki dimana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).
Tampaknya semua simbol-simbol yang dinilai ampuh untuk dapat memobilisasi rakyat digunakan oleh kelompok-kelompok kecil ini demi memaksakan kehendak mereka di era reformasi ini. Semua ini terjadi baik disadari maupun tidak oleh para elit yang memang sedang mengidap “myopia politik” yakni hanya berorientasi pada Pemilu bukan pada tujuan jangka panjang. Dengan demikian semua arah moral bangsa praktis dikuasai oleh kelompok kecil yang cenderung bersifat partisan dan primordial (Wirutomo,2001:6). Namun kita masih bisa berharap karena masih melihat adanya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menampilkan karakter yang baik, misalnya bersifat altruistik, nasionalis, inklusif, universalistik, dan sebagainya. Aspirasi ini sesungguhnya banyak didukung oleh masyarakat luas (silent majority), tetapi gerakan-gerakan sosial yang memperjuangkan nilai-nilai ini masih lemah dan sporadik. Mereka belum bergabung dalam jaringan yang solid dan mampu melakukan gebrakan besar yang berskala nasional, sehingga cenderung tenggelam oleh gerakan yang punya dana.
Kedua, sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini adalah akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung (socio-cultural animosity). Gejala ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas menjadi konflik antar suku, antar umat beragama, kelas sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antar sesama rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self destroying nation).
Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya yang bersifat terbuka (manifest conflict) tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah konflik yang tersembunyi (latent conflict) antara berbagai golongan. Socio-cultural animosity adalah suatu kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hampir seluruh pranata sosial di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik, dan sebagainya).
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebencian sosial budaya terselubung ini sangat berhubungan dengan pluralitas negara-bangsa Indonesia. Contoh nyata hancurnya Yugoslavia akibat semakin menipisnya in-group feeling di antara etnis yang ada, sementara katup penyelamat (safety valve institution) untuk mengurai kebencian sosial budaya terselubung tidak bekerja efektif. Namun hal ini bukan faktor penentu, karena banyak masyarakat plural yang lain bisa membangun platform budaya yang mampu menghasilkan kerukunan antar etnis pada derajat yang cukup mantap. Sebagai contoh masyarakat Malaysia dengan konsep pembangunan sosial budayanya telah berhasil menyiptakan civic culture sebagai kesepakatan budaya untuk membangun kerukunan antar kelompok rasial dan agama. Konflik politik sekeras apapun yang terjadi di Malaysia, tidak pernah mengusik kesepakatan ini (Wirutomo,2001:7). Berbeda halnya dengan yang terjadi di Indonesia bahwa setiap perbedaan pandangan politik selalu ditarik lagi kepada faktor perbedaan budaya yang paling mendasar (terutama agama). Inilah yang membuat persoalan politik tidak pernah mudah diselesaikan.
Jika menengok pada proses integrasi bangsa Indonesia, persoalannya terletak pada kurangnya mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif (integrasi normatif) dan lebih mengandalkan pendekatan kekuasaan (integrasi koersif). Atas dasar kenyataan demikian maka cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan masa lalu. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis yang memiliki karakter ke-Indonesiaan yang adaptif di era global.
Era globalisasi yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi, telah mengubah dunia seakan-akan menjadi kampung dunia (global village). Dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian itu berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di samping itu, dapat pula mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak seluruh masyarakat Indonesia. Fenomena globalisasi telah menantang kekuatan penerapan unsur-unsur karakter bangsa. Kenichi Ohmae (1999) mengatakan bahwa dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografis dan politik relatif masih tetap. Namun kehidupan dalam suatu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, inovasi, dan industri yang membentuk peradaban modern.
elearning.unesa.ac.id/.../peran-pendidikan-kewarganegaraan-dalam- ...

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN TERPADU(FENOMENA YANG DIALAMI MASYARAKAT INDONESIA,BANGSA DAN NEGARA)

Sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998 sampai pemerintahan sekarang kondisi bangsa Indonesia belum menunjukan perbaikan yang berarti. Beberapa kali pergantian kepemimpinan nasional belum ada terobosan yang sangat fundamental terhadap penyelesaian krisis dan arah pembangunan bangsa kedepan, pemerintah masih memprioritaskan pembangunan jangka pendek dan menengah dan itu-pun masih dalam bentuk fisik dan publis yang kental dengan kepentingan politik.
Krisis yang dialami bangsa Indonesia tidak hanya krisis ekonomi maupun politik, tapi lebih dari itu bangsa kita tengah menghadapi krisis karakter/ jati diri.
Berbagai peristiwa atau kejadian yang sering berlangsung dalam kehidupan sehari-hari yang kita saksikan melalui TV maupun media cetak menunjukan betapa masyarakat kita tengah mengalami degradasi jati diri. Seiring perjalanan waktu moral bangsa terasa semakin amburadul, huru-hara dan kesewenangan terjadi dimanan-mana, tata krama pun hilang, nyawa seperti tak ada harga, korupsi menjadi-jadi bahkan telah dilakukan terang-terangan dan berjamaah (meminjam istilah Taufik Ismail). Berbagai bentuk kerusuhan yang diikuti penjarahan, pembunuhan dan pemerkosaan terjadi di berbagai daerah. Selain dari itu kutuhan dan ketahanan bangsa-pun terancam disintegrasi dengan terjadinya beberapa konflik di berbagai daerah seperti di Aceh, Maluku dan Papua.
Masyarakat Indonesia seperti kehilangan prinsip dan nation dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konsep Bhenika Tunggal Ika sudah mulai luntur dari jiwa-jiwa generasi sekarang. Akan tetapi semua proses yang terjadi saat ini boleh jadi memberikan pendidikan yang berarti bagi masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri. Menurut Sarjono Djatiman, bangsa Indonesia baru dalam proses menjadi Indonesia. Pada masa lalu, para pendiri bangsa ini melakukan proses menjadi Indonesia dimulai dari para elite dengan proses sukarela. Masing-masing menyatakan dirinya lalu mencari unsur-unsur yang bisa dipakai sebagai pangkal tolak nation Indonesia. Nation Indonesia dibangun atas dasar prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Inilah yang menjadi harapan pendiri bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jati diri.
Jika Pendiri bangsa ini (the founding fathers) masih sempat menyaksikan kondisi bangsa saat ini tentu mereka akan sangat sedih dan menyesal. Bangsa Indonesia yang merdeka dengan mengorbankan segenap harta, jiwa dan raga harus menjadi bangsa yang tidak memiliki karakter (izzah), dan kehilangan prinsip kebangsaan. Rentetannya peristiwa kerusuhan yang diikuti berbagai gejolak yang terjadi (khususnya di Aceh, Papua, Sulawesi Selatan) akhir-akhir ini, merupakan fenomena yang dikhawatirkan akan mengarah pada disintegrasi bangsa.
Terjadinya fenomena ini disebabkan karena masyarakat Indonesia sedang mengalami Crisis Nation Character.
Krisis karakter yang dialami bangsa saat ini disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga terbentuk budaya/ kebiasaan. Budaya inilah yang telah menginternal dalam sanubari masyarakat Indonesia dan menjadi karakter bangsa. Karakter bangsa Indonesia ditentukan oleh ciri manusia Indonesia itu sendiri, Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Indonesia dijajah lebih dari 3 abad, dampak dari penjajahan tersebut boleh jadi telah membentuk karakter tersendiri bagi masyarakat Indonesia, yaitu karakter masyarakat terjajah. Karakter yang merupakan warisan penjajah dan dijadikan budaya bagi masyarakat Indonesia sebagaimana Mochtar Lubis mengumukakan ciri manusia Indonesia yang antara lain: 1) munafik, 2) segan dan enggan bertanggung jawab, 3) berjiwa feodal, 4) percaya tahayul, 5) artistik, 6) berwatak lemah (cengeng), 7) tidak hemat, 8) kurang gigih, serta 9) tidak terbiasa bekerja keras. Pernyataan itu tidaklah sepenuhnya dapat kita benarkan karena sejarah juga mencatat pengorbanan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannnya, itu menunjukan tingkat nasionalisme yang tinggi yang dimiliki masyarakat Indonesia waktu itu. Namun jujur kita mengakui bahwa ciri yang di kemukakan diatas merupakan kecendrungan umum dari masyarakat Indonesia saat ini.
Terlepas dari itu semua apakah mentalitas bangsa merupakan warisan penjajah feodal atau justru merupakan kegagalan pendidikan Indonesia dalam membentk karakternya. Pendidikan seharusnya menjadi media ”perbaikan” sekaligus ”pembentukan” karakter masyarakat Indonesia sesungguhnya. Lalu, apa yang telah dilakukan pendidikan selama ini?
staff.uny.ac.id/..../ ...

fenomena yang dialami masyarakat indonesia,bangsa dan negara

Untuk mewujudkan ketahanan nasional Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, tidak terlepas adanya ketahanan di bidang Ideologi.
Ketahanan di bidang ideologi bangsa Indonesia ditujukan untuk mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar, baik secara langsung maupun tidak langsung yang
membayakan kelangsungan kehidupan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
Negara.
Keampuhan Pancasila sebagai ideologi Negara tergantung kepada nilainilai
yang dikandungnya yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi
hidup dan kehidupan manusia, baik secara pribadi, sebagai makhluk sosial
maupun sebagai warga Negara sebagai kodrat dan irodat Tuhan Yang Maha
Esa. Rangkaian nilai tersebut tidak identik dengan agama, tetapi mempunyai
keterkaitan yang erat, bahkan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan seharihari.
Rangkaian nilai tersebut adalah kongkretisasi dari ajaran semua agama dan
berfungsi sebagai pemersatu kehidupan antarumat beragama yang menciptakan
kekuatan keagamaan, baik secara mental maupun spiritual di dalam Ketahanan
Nasional.
Nilai tertinggi tersebut menjiwai dan meliputi nilai-nilai sila berikutnya
dalam Pancasila. Di dalam nilai kemanusiaan misalnya, tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang harus
menjamin adanya toleransi, tolong menolong, hormat-menghormati yang
dilandasi jiwa gotong royong.
Nilai Persatuan Indonesia merupakan faktor pengikat yang menjamin
persatuan Indonesia yang terutama bersifat persatuan spiritual dan merupakan
paduan hasrat untuk hidup bersama di dalam kesukaan, penderitaan dan
sepenanggungan. Persatuan nasional, intelegensi dan dinamik merupakan
anasir utama bagi bangsa yang menginginkan kemajuan, sedangkan nilai
kerakyatan dijelmakan oleh persatuan yang riil dan wajar, sedangkan kedaulatan
berada di tangan rakyat atas dasar musyawarah untuk mufakat. Demokrasi
tanpa pimpinan dapat menjelma menjadi anarki dan pimpinan tanpa demokrasi
akan mengarah ke diktatur. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara
kepemimpinan dengan kerakyatan yang sudah dijiwai oleh persatuan spiritual
(nasional) berlandaskan pada nilai Ketuhanan yang mutlak. Inilah yang disebut
sebagai demokrasi Pancasila.
Meskipun Pancasila telah diakui dan diterima oleh bangsa Indonesia
sebagai falsafah dan dasar negara, namun pengakuan dan penerimaan saja
belum tentu menjamin terhadap Ketahanan Nasional di bidang ideologi. Untuk
mencapai Ketahanan Nasional diperlukan penghayatan dan pengamalan
Pancasila secara sungguh-sungguh dan benar dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga Pancasila merupakan way of life bangsa Indonesia.
Pelaksanaan Ideologi Pancasila yang bersifat obyektif, adalah
pelaksanaan di dalam Undang Undang Dasar dan peraturan hukum di bawahnya
serta segala kegiatan penyelenggara negara, sehingga Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum, sedangkan pelaksanan bersifat subyektif,
yaitu pelaksanaan oleh pribadi perorangan yang berarti pula bahwa segala
perbuatan dan tindakan masyarakat Indonesia mencerminkan yang dikehendaki
oleh Pancasila. Semakin tinggi kesadaran dan ketaatan bangsa Indonesia dalam
mengamalkan nilai-nilai Pancasila, maka semakin tinggi pula ketahanan nasional
di bidang ideologi.
Apabila melihat beberapa peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini, baik
perkelaian antar mahasiswa, adu pukul di antara anggota dewan yang terhormat,
tawuran antarwarga desa, carut marutnya kepastiann hokum, baik pada aparat
penyelenggara pemerintah maupun “mafia hukum” yang menyita perhatian
publik, akan memunculkan beberapa pertanyaan antara lain; Bagaimana
perkembangan masyarakat Indonesia pada akhir-akhir ini dalam mengamalkan
dan menghayati nilai-nilai Pancasila ? Sudah bergeserkah pengamalan terhadap
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari ? Atau sudah cukupkah bangsa
Indonesia memandang Pancasila dengan sebuah pengakuan dan penerimaan
dalam menjamin ketahanan nasional Indonesia sebagai dasar dan sebuah
ideologi ?                      
Tidak bisa dipungkiri dengan sederet pertanyaan tersebut yang pada
kenyataannya telah mengundang keprihatinan serius terhadap sebuah Ideologi
Pancasila yang mengandung nilai sakral, bahkan sarat dengan norma luhur telah
dipandang sebelah mata oleh sebagian komponen bangsa, bahkan sebagian
masyarakat telah mengalami degradasi moral dalam menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila, apabila dihadapkan dengan kenyataan
beberapa fenomena dinamika dalam kehidupan masyarakat di setiap harinya.
Beberapa kejadian yang sangat memilukan bahkan memalukan reputasi
sebuah bangsa Indonesia yang sejak awal dikenal sebagai bangsa yang santun,
berbudi pekerti luhur, menjunjung nilai-nilai adat-istiadat yang penuh toleransi,
serasa luntur ditelan bahkan digilas sebuah perilaku yang sangat tidak
berperikemanusiaan, tidak beradab, sadis, bertindak anarkis, saling membunuh
sesama kaum, tetangga, saudara sendiri, yang terjadi tanpa memandang strata,
golongan, status sosial, bahkan mempengaruhi terhadap kehidupan secara
universal.
Berawal dari fenomena di atas, maka diperlukan sebuah pemikiran atau
gagasan yang diharapkan dapat digunakan sebagai instrospeksi terhadap
strategi membina masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar dan
Ideologi Negara, agar ke depan bangsa Indonesia lebih beradab, maju dan disegani, bahkan mampu meningkatkan citra Indonesia di mata masyarakat
nasional maupun internasional.
www.tni.mil.id/idiologi_pncsila%20(Juara%20II).pdf

Fenomena Crop Circle

Crop circle is Back! Setelah ditunggu-tunggu, crop circle pertama di tahun 2010 akhirnya muncul di Old Sarum, Nr Salisbury, Wiltshire, pada tanggal 05 Mei 2010. Crop circle ini sepertinya akan menjadi pertanda dimulainya musim kemunculan crop circle di Inggris.
Kemunculan crop circle ini boleh dibilang sedikit terlambat karena pada tahun-tahun sebelumnya, crop circle biasa muncul di bulan April dan terus meningkat hingga pada puncaknya di bulan Juli dan Agustus.

Tapi paling tidak, Ia sudah muncul, dan mungkin masih akan muncul lebih banyak lagi. Jelas kabar baik bagi kalian yang gandrung dengan fenomena ini.
Crop Circle - Sejarah, Penjelasan dan Karakteristik
Crop circle merupakan salah satu misteri yang paling menarik di zaman modern ini. mungkin ini adalah satu-satunya misteri yang sejalan dengan seni yang indah.

Crop circle atau yang lebih dikenal dengan sebutan lingkaran ladang gandum adalah sebuah pola yang muncul dalam semalam pada ladang gandum dengan ciri merunduknya batangan gandum tersebut. Pada awalnya, crop circle hanya berbentuk lingkaran-lingkaran sederhana, namun memasuki tahun 1980an, crop circle berkembang hingga memiliki pola yang rumit dan tidak hanya berbentuk lingkaran.

Istilah Crop circle pertamakali diperkenalkan oleh Colin Andrew, salah satu peneliti crop circle ternama di dunia. Mungkin banyak dari kita yang belum mengetahui, namun crop circle ternyata tidak hanya muncul di ladang gandum, melainkan juga di ladang jagung, keledai, sawah dan kebun bunga.
Sejarah Crop Circle
Sejarah Crop circle dapat dilacak hingga tahun 1678. Pada abad tersebut, ada sebuah ukiran kayu yang disebut "Mowing Devil" yang menggambarkan iblis sedang menggambar desain oval di sebuah ladang gandum.
Kisahnya mungkin sedikit mistik. Sang petani yang menolak tuntutan pekerjaan sang majikan, mengatakan bahwa lebih baik iblis yang mengerjakan tugasnya. Pada malam itu juga, Ladang gandum tersebut terlihat terbakar oleh api. Paginya lingkaran misterius berbentuk oval muncul di ladang tersebut.
Entahkan ini kisah nyata atau tidak, tidak ada yang bisa mengkonfirmasinya.

Laporan crop circle yang lebih modern dipublikasikan di majalah Nature edisi 29 Juli 1880. Pada tahun itu, seorang peneliti bernama John Rand Capron melaporkan adanya tanaman-tanaman gandum yang merunduk dan membentuk lingkaran sirkular.
Crop Circle - Mendunia

Crop circle mulai mendunia pada tahun 1980-an ketika media melaporkan banyak crop circle muncul di wilayah pedesaan Inggris, terutama di Wiltshire dan Hampshire. Bersamaan dengan kemunculan di Inggris, fenomena yang sama dilaporkan muncul di Australia dan Amerika Serikat.

Hingga saat ini paling tidak ada 12.000 Crop circle yang telah ditemukan di seluruh dunia, seperti Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Kanada dan bahkan Jepang.
Crop Circle - tanda kemunculan
Menurut para saksi mata, Sebelum Crop circle muncul, selalu ada tanda-tanda aneh yang mendahului :

1. Adanya lingkaran-lingkaran cahaya aneh yang melayang-layang diatas ladang.
2. Terjadinya badai petir hebat.
3. Benda-benda elektrik tiba-tiba mati dengan sendirinya termasuk mesin mobil.

Karena itu hingga saat ini, teori sains yang paling populer mengenai dugaan penyebab kemunculan crop circle adalah akibat medan elektromagnetik yang berasal dari petir. Namun para ilmuwan belum bisa memecahkan misteri mengapa petir dapat menciptakan pola-pola yang indah.
satriaji-andianto.blogspot.com/

Jumat, 09 Maret 2012

HAM

Pengertian dan Definisi HAM :
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right                                            
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right                      
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
organisasi.org/pengertian_macam_dan_jenis_hak_asasi_manusia_ha...

BENTUK DEMOKRASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

Dipandang dari bagaimana keterkaitan antar badan atau organisasi negara dalam berhubungan, Demokrasi dapat dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu sebagai berikut:
1.   Demokrasi dengan sistem Parlementer
Menurut sistem ini ada hubungan yang erat antara badan eksekutif (pemerintah) dan badan legislative (badan perwakilan rakyat).
Tugas atau kekkuasan eksekutif diserahkan kepada suatu badan yang disebut kabinet atau dewan menteri. Menteri-menteri, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama sebagai kabinet (dewan menteri), mempertanggungjawabkan segala kebijaksanaan pemerintahannya kepada parlemen (badan perwakilan rakyat). Apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri diterima oleh parlemen maka kebijaksanaan tersebut dapat terus dilaksanakan dan dewan menteri tetap melaksanakan tugasnya sebagai menteri. Akan tetapi, apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri ditolak parlemen maka parlemen dapat mengeluarkan suatu keputusan yang menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) kepada menteri yang bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika itu terjadi, maka menteri atau para menteri tersebut harus mengundurkan diri. Hal ini akan menyebabkan timbulnya krisis kabinet.
Sistem Parlemen ini memiliki kelebiahan dan kelemahan, kelebihannya, rakyat dapat menjalankan fungsi pengewasan dan peranannya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sedangkan kelemahannya, kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam adanya penghentian ditengah jalan karena adanya mosi tidak percaya dari badan perwakilan rakyat sehingga terjadi krisis kabinet. Akibatnya, pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-program yang telah direncanakan.
2.  Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan
Dalam sistem ini, hubungan antara badan eksekutif dan badan legislative dapat dikatakan tidak ada. Pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan legislative (badan perwakilan rakyat) ini mengingatkan kita pada ajaran dari Montesquie yang dikenal dengan ajaran Trias Politika.
Menurut ajaran Trias Politika, kekeuasaan negra dibagi menjadi tiga kekuasaan yang satu sama lainnya terpisah dengan tegas. Ketika kekuasaan tersebut ialah sebagai berikut:
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat Undang-Undang.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan Undang- Undang.
Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuassan untuk mengadili.
Dalam system pemisahan kekuasaan, badan eksekutif atau pemerintah terdiri dari presiden sebagai kepala pemarintahan dan dibantu oleh para menteri-menteri.
Sebagai salah satu sistem dalam demokrasi, sistem pemisahan kekuasaan juga memiliki kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya, ada kestabilan pemerintah karena mereka tidak dapat  dijatuhkan dan dibubarkan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen) sehingga pemerintah dapat melaksanakan program-programnya dengan baik, sedangkan Kelemahannya, dapat mendorong timbulnya pemusatan kekuasaan di tangan presiden serta lemahnnya pengawasan dari rakyat.
  1. 3.   Demokrasi dengan sistem referendum
Dalam sistem refendum (pengawasa langsung oeh rakyat) ini badan tugas legilatif (badan perwakilan rakyat) selalu berada dalam pengawasan rakyat. Dalam hal inipengawasannya dilaksanakan dalam bentuk refendum, yaitu pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan legilatif. Sistem ini di bagi dalam dua kelompok, yaitu referendum obligatoire dan referendum fakultatif.
Referendum obligatoire (refendum yang wajib)
Referendum obligatoire adalah referendum yang menentukan berlakunya  suatu undang-undang atau suatu peraturan. Artinya, suatu undang-undang baru dapat berlaku apabila mendapat persetujuan rakyat melalui referendum atau pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan perwakilan rakyat.
Referendum fakultatif (referendum yang tidak wajib)
Referendum fakultatif adalah refendum yang menentukan apakah suatu undang-undang yang sedang berlaku dapat terus dipergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya perubahan-perubahan.
Demokrasi dengan sistem pengawasan oleh rakyat ini berlaku dalam sistem pemerintahan negara Swiss. Seperti kedua sistem sebelumnya , sistem referendum pun memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannnya, rakyat dilibatkan penuh dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahannya, tidak semua rakyat memiliki pengetahuan yang cukup terhadap undang-undang yang baik dan pembuatan undang-undang menjadi lebih lambat.
wartawarga.gunadarma.ac.id/.../bentuk-demokrasi-dalam-sistem- ...

LATAR BELAKANG PEND.KEWARGANEGARAAN DAN KOMPETENSI PENGERTIAN NEGARA,BANGSA,HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

A.   Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan
tuntutan yang berbeda sesuai dengan jamannya.
Kesamaan nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara. Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai– nilai perjuangan Bangsa Indonesia.
Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga– lembaga kemasyarakatan internasional, negara–negara maju yang ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan global. Disamping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi komunikasi, dan transportasi.
B.     Kompetensi
Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognotif dan psikomotorik).
Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuwan warga negara Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negara akan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh–sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan
kehidupannya sehari–hari.
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung
jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai  filsafah bangsa.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk
kepentingan                  kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga Negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan
dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.

my diary for my BF when i'm sick :(

Teruslah bahagia saat ku disampingmu..
Namun janganlah bersedih saat ku tak disampingmu..
Karena..
Tak selamanya aku selalu hadir temanimu..
Ntah karna jarak dan waktu, atau takdir yang memisahkan..

Ku ingin..
Selalu melihatmu tersenyum,meski..
Bila nanti aku tlah tak di dunia ini lagi..
Raga ini boleh rapuh..
Nyawa ini pun boleh hilang,..
Namun..
Dirimu dihatiku tak kan tergantikan..
Karena hanya dirimulah hal terindah yang pernah singgah di hatiku :')

Kamis, 01 Maret 2012

Dos dan Windows

Dos : Disk Operating System
yaitu,sistem operasi yang menggunakan interface command-line yang digunakan para pengguna pada tahun 1980-an.
Fungsi Dos yaitu :
  • mengorganisasikan atau mengendalikan kegiatan komputer
  • mengatur memori
  • mengatur proses input & output data
  • management file
  • management directory
Windows merupakan sistem operasi yang dikembangkan oleh microsoft dengan menggunakan antarmuka berbasis grafik (graphical user interface).